"Malala tidak hanya mewakili satu perempuan. Dia turut mengampanyekan pendidikan tidak berdasarkan jenis kelamin," kata penggagas petisi, Shahida Choudhary, seperti dilansir surat kabar the Washington Post, Sabtu (10/11).
Perempuan asal Inggris ini juga pernah mengalami susahnya mengenyam bangku pendidikan. Choudhary sempat pindah ke Pakistan dan berhenti sekolah. Dia lantas dipaksa menikah saat umurnya 16 tahun.
Dia merasa terjebak dan ketakutan atas apa akan terjadi jika menolak semua itu. Namun, dia akhirnya berhasil kabur dan kembali ke Inggris. Choudhary akhirnya bisa melanjutkan pendidikan saat usinya 28 tahun.
"Saya terus berpikir mengenai nasib anak lainnya mengalami situasi sama seperti Malala. Saya tahu masih ada anak-anak mengalami nasib seperti Malala di Inggris," tulis Choudhary dalam petisi itu.
Beberapa situs lain mengadakan petisi mendukung Malala raih Nobel Perdamaian juga mendapat dukungan tidak kalah banyak. Ratusan ribu bahkan jutaan orang terus mengalir mendukung Malala. Ayah Malala merasa terhormat dengan dukungan diberikan dari seluruh dunia ini.
Pasukan milisi Taliban menembak kepala Malala (15 tahun) di dalam bus sekolah bulan lalu. Pasukan Taliban mengejar Malala setelah setahun belakangan ini menjadi penggiat mendukung pendidikan bagi kaum perempuan. Saat ini Malala dilaporkan telah berangsur pulih dengan mulai bisa berjalan, berbicara, dan membaca.
Otak di balik serangan itu, Mullah Fazzullah, berhasil melarikan diri ke bagian timur Afghanistan. Namun, pasukan Amerika Serikat saat ini sedang fokus terhadap target lain.
Jika Malala berhasil meraih Nobel, dia akan menjadi peraih penghargaan termuda dalam sejarah. Malala masih sepuluh tahun lebih muda dari peraih penghargaan termuda lainnya William Lawrence Bragg. Dia menerima penghargaan Nobel saat usianya baru 25 tahun pada 1915.
0 komentar:
Posting Komentar